Langsung ke konten utama

Melatih Kemandirian Anak? YES or NO !

Anak adalah anugerah Allah terbesar dalam kehidupan orang tuanya, sudah sepantasnya anak kita berikan kasih sayang berlimpah sebagai wujud rasa syukur kita pada sang pemilik nyawa ini.

Tetapi bergelimang kasih sayang itu terkadang menjadi 2 mata pisau jika kita sebagai orang tua tak bijak menyikapinya.

Kasih sayang yang kita berikan berlebihan tanpa batasan tega(s) tentunya malah akan menjerumuskan anak yang kita sangat sayangi.

Awalnya memang tidak terasa, karena anak baru satu maka seluruh kebutuhan anak, kita layani tanpa merasa repot.

Tetapi ketika materi Kuliah Bunda Sayang bab Melatih Kemandirian Anak disampaikan, dan saya terhenyak karena banyak sekali poin kemandirian yang belum saya bekali pada anak.

Astaghfirullah, disitu saya merasa tertampar, dan merasa ini sudah darurat sehingga saya harus mau tidak mau berubah demi masa depan anak saya.
Eh kenapa mau melatih kemandirian sang anak tapi yang merubah diri malah ibunya?

Ya, anak dengan segala fitrahnya akan mampu menghadapi dunia dengan kemandirian, tergantung apakah orang tuanya melatih fitrah tersebut atau menggugurkannya secara perlahan.

Miris memang, tetapi sudah sepatutnya begitu, mendelegasikan satu demi satu kemandirian kepada anak dengan "berkorban" sesaat ketika anak sedang berlatih mandiri.

Ya, berkorban. Tanggalkanlah sebentar perfeksionisme Ibu, biarkan anak berproses, karena sesungguhnya tidak ada seorangpun yang langsung mahir ketika mulai belajar sesuatu, termasuk kita dan apalagi seorang anak yang notabene untuk motoriknya pun mungkin belum sempurna.

Ya berkorban. Korbankanlah sejenak rasa kasihan Ibu, rasa kasihan Ibu hanya akan menggugurkan fitrah mandiri anak. Biarkanlah anak berproses menyiapkan dirinya sendiri agar bisa bertahan hidup di dunia luar.

Ya berkorban. Korbankanlah waktu, fokus, dan tenaga Ibu, karena melatih adalah berarti konsisten, bukan seminggu atau dua minggu tetapi setiap hari sampai anak benar-benar menjadi seorang yang mandiri.

Dan ingatlah Bu, ketika ada pengorbanan maka disitu akan ada hasil. Hasil yang mungkin tidak kita rasakan saat ini tapi bertahun-tahun kemudian Ibu melihat anak percaya diri dan menjadi saluran manfaat bagi banyak orang karena dia sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Dan yang terpenting adalah Bu, hasil yang sangat besar menanti kita di Akhirat nanti insyaAllah, yaitu amal jariyah yang tak pernah putus dari anak kita. Aamiin.
Mengapa point melatih kemandirian anak menjadi begitu penting sampai harus banyak yang dikorbankan seorang Ibu agar anaknya mandiri.

Mengutip dari buku "Jurnal Kemandirian Anak" yang dituliskan oleh Masrun, dkk.
Ada 5 komponen yang dari anak yang mandiri, yaitu :

1. Merdeka, sudah pasti anak mandiri tidak ketergantungan terhadap orang lain. Poin ini menjadikannya seorang yang PERCAYA DIRI dan dapat diandalkan.

2. Progresif, berusaha mengejar prestasi, tekun terencana dalam mewujudkan keinginannya. Poin ini menjadikannya seseorang yang berani BERMIMPI BESAR karena obsesi positifnya untuk memberikan manfaat untuk orang lain.

3. Inisiatif, mampu berpikir dan bertindak secara original, kreatif dan inisiatif. Poin ini menjadikannya seseorang yang OUT OF THE BOX, tidak berpikir dan bertindak dengan mencontoh yang orang lain sebelumnya lakukan.

4. Terkendali dari Dalam, mampu mengatasi masalahnya, mampu mengendalikan tindakannya dan mampu mempengaruhi lingkungannya. Poin ini menjadikannya seorang yang PROAKTIF bukan reaktif.

5. Kemantapan Diri, sebagai seorang yang percaya diri, percaya kepada kemampuan dirinya, menerima dirinya dan puas atas usahanya sendiri. Poin ini menjadikannya seorang yang selalu BERSYUKUR atas nikmatNYA, sehingga menghindari dirinya dari perbuatan curang.

MasyaAllah sedahsyat itu Bu efek dari kemandirian anak, masihkah kita ragu untuk melatihnya kepada anak kita yang sangat kita sayangi.

Dan yang terpenting Bu, anak mandiri bukan sekedar bisa MELAKUKAN apa saja sendiri, yang terpenting adalah, anak mandiri berarti bisa MENAKLUKAN dirinya sendiri.

Bandung, 30 Desember 2017

MamKem's
The Learner Mom

*Jurnal ini ditulis sebagai pengingat diri, jejak perjalanan berproses penulis sebagai seorang Ibu Profesional*

Komentar

  1. Sepakat bun.. sejatinya kemandirian adalah fitrah 😊👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. :) terima kasih sudah baca postinganku Bun, semoga bermanfaat :)

      Hapus
  2. Mendidik anak sejatinya mendidik diri sendiri ya bun. Jadi harus dimulai dari diri sendiri, baru diterapkan ke anak-anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya banget Bun, Ibu harus terus bebenah diri ya, Alhamdulillah gabung di keluarga besar IIP sangat banyak membenahi diri pribadi Ibu untuk mendidik anak lebih baik :)

      Hapus
  3. Balasan
    1. :) terima kasih sudah baca postinganku Bun, semoga bermanfaat :)

      Hapus
  4. Ngna bnget tulisannya teh, berasa diri ini masih jauh dari ata baik sebagai seorang ibu.😥

    -Rina Suhartini-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Teh Rina wilujeng tepang :), insyaAllah Teh Rina sedang berproses menuju Ibu yang lebih baik jaman now meninggalkan kondisi Ibu Jahihiliyah jaman old ya, kita berproses bersama di IIP ini yang ilmunya MasyaAllah luar biasa top markotop mantap surantap joss gandos yah :)

      Hapus
  5. Balasan
    1. MasyaAllah Bun, semua ini Allah yang memudahkan saya mendapatkan ilham ketika menulis :), salam kenal Bun, tetap semangat :)

      Hapus
  6. Bener banget ini bun. Ibu nya dulu yang harus berubah, baru anaknya ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat ya Bun, Alhamdulillah :), karena sebaik-baiknya ilmu parenting adalah keteladanan orang tua,

      Hapus
  7. Balasan
    1. Sepaket Umi Hamzah :), hatur nuhun dah baca tulisanku

      Hapus
  8. Benar ya mbaa harus tegaaa(s).. kasih sayang bukan berarti kita melakukan semua yang bisa dilakukan anak, melainkan melatih mereka agar bisa melakukannya sendiri ya mba. Akh.. pahala amal jariyah di akhirat nanti semoga menjadi pengingat agar terus bersabar menjadi ibu yang melatih kemandirian anak-anak sedikit demi sedikit, setahap demi setahap. Terima kasih mba pengingatnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sami-sami Bun, semoga Allah memudahkan dan memberkahi usaha kita ya, kelak ketika dimintakan pertanggujawaban di akhirat nanti semoga kita sudah memberikan ikhtiar terbaik untuk anak, walaupun hasil itu hak nya Allah :)

      Hapus
  9. Wah setuju sekali nih bund, bahwa saat mulai melatihkan kemandirian harus tega dan membiarkan proses berjalan seduai perkembangan anak, hehe menyingkirkan jiwa perfeksionis ibu karena apa yang dilakukan anak masih dalam proses belajar. Semoga pengorbanan dan jerih payah dalam melatih kemandirian berbuah kebaikan dan tercatat sebagai amal.

    BalasHapus
  10. Banyak yang dikorbankan termasuk rasa perfeksionis ibu. Iyah banget ini mba. Berasa pas si kakak latihan makan sendiri huhu. Ibunya musti lapangkan hati lihat rumah penuh nasi 😂

    BalasHapus
  11. Sepakat bunda.. efek melatih kemandirian anak ini sangat besar. Sehingga sangat penting untuk mempersiapkan kemandiriannya sejak dini. Agar tidak terlambat dan menjadi tumpukan pe er sehingga akan terasa berat untuk dilaksanakan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AYAH DAN BUNDA DALAM PENDIDIKAN FITRAH SEKSUALITAS ANAK

Subhanallah, ternyata tanpa sadar gaya pengasuhan rentan LGBT itu sudah Orang tua lalukan sejak anak masih dalam rahim Ibunya. Semenjak anak berada di rahim Ibunya, seringkali kita orang tua memiliki harapan berlebih atas jenis kelamin yang diinginkan. Begitupun setelah dilahirkan ternyata ketetapan Allah tidak sesuai yang diharapkan maka orang tua kerap kali kecewa dan inipun akan menimbulkan “kerenggangan” hubungan bathin antara ayah bunda dengan anaknya, sehingga hal inipun memiliki dampak psikologis tertentu. Lalu Ekspektasi akan melanjutkan preferensi, dan preferensi akan menimbulkan pola dan gaya asuh yang agak memaksakan pengasuhan sesuai dengan jenis kelamin yang diharapkan (Adriano Rusfi, 2018). Ketika ayah mengharapkan seorang anak laki-laki, lalu yang lahir adalah seorang anak perempuan, maka terkadang anak perempuan tersebut menjadi kelaki-lakian atau sebutan awam kita adalah tomboy. Tentunya hal ini bukan tanpa kebetulan, karena tentunya ada efek pengasuhan ayah yang h...

Jangan Sepelekan Limbah Kulit Udang

Moms, suka sebel gak sih sama limbah kulit udang yang kalau kita diamkan beberapa saat saja aromanya seperti bau busuk bangkai dan juga mengundang lalat, jadi kesannya jorok sekali ya. Bikin jadi malas mengolah udang karena persoalan limbah kulitnya sangat menggangu sekali, sampai-sampai jadi bulan-bulanan orang rumah 😒😢. Nah sekarang Moms tidak perlu khawatir lagi, karena mensiasati limbah kulit udang agar tidak beraroma busuk itu ternyata sangat mudah, cukup rebus kulit udang sampai berwarna kemerahan, setelah itu kita saring dan buang airnya baru deh kita buang di tempat sampah, insyaAllah gak ada lagi aroma-aroma luar biasa menyengat itu 😁. Tapi ternyata bagi Moms penggiat zero waste, alih-alih membuang limbah kulit udang ini ke tempat sampah, ternyata limbah kulit udang yang tadi telah direbus bisa dilanjutkan perlakuannya hingga menjadi kaldu kulit udang loh Moms, caranya pun sederhana. 1. Cuci Limbah kulit udang dan rebus dengan air secukupnya sampai warna kulit u...

JURNAL REFLEKSI FASILITATOR MATRIKULASI BATCH 7 SESI 7

Rasanya seperti panen durian, minggu ini judulnya analisa ST30, baik yang punya matrikan, pun yang punya pengurus regional. Qodarullah, timingnya pas banget antara NHW #7 Matrikulasi ini, dengan NHW Training Manajer TnC. Rasanya kek, ah syudahlah. Alhamdulillah sama Allah dikasih banyak latihan buat baca hasil ST30, biar kemampuan analisis nya makin ciamik 😁, menikmati apapun kondisi yang diberikan oleh Allah, agar waras menjalankan peran. Bahagia? Belum pada level bahagia banget sih, tapi ndak yang bikin stress banget, hanya memang ketika ingin merambah profesional, tetiba sang anak meminta perhatian atas waktu mamaknya yang banyak berkurang untuknya saat ini. Mulai protes ketika mamak pegang HP, wah lagi-lagi disini ilmu matrikulasi diuji. Ketauan fasilnya belum pada tahap Be Do Have. Duh.