Langsung ke konten utama

MENDIDIK GENERASI MENTAL PEMBELI

Well, awal membaca judul tersebut cukup membuat mengernyitkan mata, apa yang akan diulas Teh Kibar di chapter 36 pada buku beliau yang berjudul Satu Atap Lima Madrasah. Lalu setelah mulai membaca dan akhirnya “Ooooh ini tentang konsumerisme, terlebih fenomena konsumerisme di Indonesia dan bagaimana kita mendidik anak kita yang berada di era ini.

Jujur, sedikit banyak menohok diri ini karena secara sadar diri ini memiliki sifat konsumerisme akut terutama ketika masih bekerja dulu, setelah resign Allah kasih banyak hidayah, terutama melalui komunitas Ibu Profesional yang pelan-pelan sedikit-sedikit mengubah pola perilaku ke arah yang lebih bijak, termasuk salah satunya materi cerdas finansial yang membantu mengarahkan sifat konsumtif ini ke arah berbagi, belum ke arah produktif, tetapi insyaAllah soon to be, lebih baik ada perubahan walaupun itu sedikit dan kecil, daripada tidak sama sekali.

Cukup membuat lidah ini beristighfar, memikirkan bagaimana kelak nanti perilaku anak kalau ibunya saja sudah memiliki perilaku konsumtif ini, ditambah dengan lingkungan dan kondisi jaman now yang serba mendukung perilaku konsumtif ini. Promo gencar para produsen dan e-commerce, transaksi online dengan segala kemudahannya, pembayaran transaksi yang sangat mudah dan beragam keuntingan, bahkan seringkali kita mendapatkan barang atau jasa duluan baru bayar belakangan itupun dengan mencicil, bagaimana semua itu tidak mendukung perilaku konsumerisme.

Apalagi di Indonesia, dengan jumlah penduduk besar tentunya menjadikan Indonesia pangsa pasar yang sangat potensial untuk para produsen, terutama asing. Berdasarkan hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indonesia ternyata menduduki peringkat ketiga negara dengan penduduk yang terbilang cukup konsumtif dari total 106 negara yang dijadikan sampel penelitian (Hasan, 2018).

Gambar diambil dari google

Makin ngeri membayangkannya, maka diri ini harus berubah, agar bisa mendidik anak tidak berperilaku konsumtif, tentunya harus dari diri pribadi dulu yang tidak berperilaku konsumtif, karena anak terdidik dari meneladani orang tuanya.

Kutipan tulisan dari Teh Kibar berikut ini lagi-lagi membuat diri ini merenung.
“Kita juga terkadang tidak dapat menahan diri untuk tidak memenuhi keinginan anak dalam membeli sesuatu karena tidak tahan mendengar rengekan mereka. Belum lagi hawa nafsu kita membeli sesuatu dalam jumlah besar dengan alasan “mending kelebihan daripada kekurangan”, membuat anak-anak bersikap boros dan mubazir. Kita dengan mudah memenuhi keinginan anak-anak kita sebagai wujud perhatian dan kasih sayang kita terhadap mereka karena kuta tidak mampu memberikan banyak waktu dan tenaga untuk memperhatikan mereka. Maka semua perhatian kita yang hilang kita wakilkan dengan pemberian-pemberian kepada mereka, Astaghfirullah. Sikap kita dalam berbelanja akan membentuk mental mereka dalam konsumerisme (Barkiah, 2017).

Maka, sesungguhnya mendidik anak tidak bermental pembeli di zaman sekarang cukuplah menantang, tetapi dealnya anak perlu diajarkan sejak dini bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi atau barangkali ia perlu menunggu sebelum keinginannya terkabul. Dengan pembiasaan seperti itu, anak belajar mengontrol keinginannya termasuk mengerem sikap konsumtifnya.

Karena anak sangat bergantung pada pengasuhan dan pendidikan yang diberikan oleh orangtuanya, mereka lebih mudah dan cepat belajar dengan mencontoh. Orangtua perlu konsisten dalam berperilaku agar anak menampilkan perilaku yang positif. Nah, berikut ini 10 cara yang dapat orangtua lakukan untuk mencegah terbentuknya perilaku konsumtif pada anak:

1. Beri contoh yang baik Ketika mengajak anak membeli sesuatu di toko, jelaskan kepada anak, “Mama harus membeli sepatu karena sepatu Mama sudah rusak!” Dengan begitu, anak tahu bahwa kita membeli memang benar-benar membutuhkan.

2. Ajarkan membedakan keinginan dan kebutuhan Buat daftar keperluan dan alasannya. Latih anak untuk merencanakan aktivitas konsumsinya. Jika anak sudah lebih besar, libatkan ia dalam menghitung kebutuhan harian keluarga. Misalnya, dengan memerhatikan perlu berapa kg gula pasir atau berapa liter minyak goreng dalam satu bulan. Anak akan berlatih dengan aktivitas nyata, bukan sekadar teori.

3. Ajari anak tidak tergiur iklan Temani anak kala menonton teve. Perilaku konsumtif anak seringkali datang salah satunya karena ia tergiur iklan. Biasanya keinginan tersebut hanya nafsu sesaat karena melihat iklan. Alihkan perhatiannya, bisa dengan mengubah channel, mengajak anak beraktivitas lain, dan sebagainya.

4. Tidak menuruti setiap permintaan Tentu dengan memberikan penjelasan mengapa permintaannya tidak dikabulkan. Ini juga merupakan cara efektif melatih anak mengendalikan keinginannya, membuatnya berpikir bahwa tidak semua keinginannya bisa terpenuhi, juga memberikan arahan kepada anak untuk hidup hemat.

5. Ajarkan tentang uang Di usia prasekolah, anak mulai memahami makna uang. Uang bisa digunakan untuk membeli sesuatu, seperti: mainan dan makanan. Namun, anak belum memahami betul dari mana uang itu didapat, bahwa uang tidak datang tiba-tiba, melainkan perlu kerja keras untuk mendapatkannya. “Papa dan Mama harus bekerja untuk mendapatkan uang, jadi kita harus hemat. Enggak perlu beli barang yang enggak kita butuhkan!”

6. Ajarkan skala prioritas Apa yang lebih dibutuhkan, perlu diajarkan kepada anak sejak dini supaya anak terlatih untuk menentukan mana yang lebih diperlukan dan mana yang tidak. Umpama, dalam satu kesempatan, anak minta dibelikan sepatu dan tas. Kita bisa mengajak anak untuk menilai mana yang lebih dibutuhkan, sepatu atau tas. “Sepatu kamu sudah kekecilan, tapi tas kamu masih bagus sekali. Jadi, sekarang kita beli sepatu saja ya!” Dengan penjelasan ini, anak diharapkan bisa memahami mana yang lebih dibutuhkan.

7. Tunda kenikmatan Bulan ini tidak ada alokasi dana untuk membeli mainan sementara anak minta dibelikan robot-robotan yang harganya lumayan mahal, tak masalah jika menunda membelikannya hingga ke bulan berikutnya saat kita sudah mengalokasikan dana untuk membeli mainan. Bisa juga dengan meminta anak menyisihkan uang jajannya, jika uang tersebut sudah terkumpul baru dibelikan robot-robotan. Penundaan ini mengajari anak bahwa tidak setiap waktu anak bisa mendapatkan benda yang diinginkan, mengajarinya untuk merencanakan dan berusaha lebih gigih dengan menyisihkan uang jajan.

8. Perlihatkan cara menghargai benda Anak perlu diajarkan caranya menghargai benda yang ia miliki. Sepatu, misalnya, tunjukkan padanya bagaimana cara memelihara. Setelah dipakai, kita letakkan di rak sepatu, menyimpannya dengan baik, tunjukkan ketika kita mencuci sepatu, membersihkan jika ada kotoran menempel, dan sebagainya. Minta anak melakukan hal yang sama kepada sepatunya. Ini adalah cara membuat anak menghargai benda miliknya.

Mengajarkan anak agar tidak konsumtif ternyata berkaitan dengan hal-hal lain yang lebih mendasar. Dengan menghargai barang yang dimiliki, anak akan jadi tahu bahwa ia sebenarnya tidak membutuhkan barang yang baru. Bahkan, mungkin ia pun akan lebih banyak belajar berbagi dengan memberikan barang-barang yang sudah tak dapat dipakainya pada orang lain (Rumiati, 2016).


Referensi

Barkiah, Kiki. 2017. Satu Atap Lima Madrasah.

Hasan, Rianto. 2018.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AYAH DAN BUNDA DALAM PENDIDIKAN FITRAH SEKSUALITAS ANAK

Subhanallah, ternyata tanpa sadar gaya pengasuhan rentan LGBT itu sudah Orang tua lalukan sejak anak masih dalam rahim Ibunya. Semenjak anak berada di rahim Ibunya, seringkali kita orang tua memiliki harapan berlebih atas jenis kelamin yang diinginkan. Begitupun setelah dilahirkan ternyata ketetapan Allah tidak sesuai yang diharapkan maka orang tua kerap kali kecewa dan inipun akan menimbulkan “kerenggangan” hubungan bathin antara ayah bunda dengan anaknya, sehingga hal inipun memiliki dampak psikologis tertentu. Lalu Ekspektasi akan melanjutkan preferensi, dan preferensi akan menimbulkan pola dan gaya asuh yang agak memaksakan pengasuhan sesuai dengan jenis kelamin yang diharapkan (Adriano Rusfi, 2018). Ketika ayah mengharapkan seorang anak laki-laki, lalu yang lahir adalah seorang anak perempuan, maka terkadang anak perempuan tersebut menjadi kelaki-lakian atau sebutan awam kita adalah tomboy. Tentunya hal ini bukan tanpa kebetulan, karena tentunya ada efek pengasuhan ayah yang h...

Jangan Sepelekan Limbah Kulit Udang

Moms, suka sebel gak sih sama limbah kulit udang yang kalau kita diamkan beberapa saat saja aromanya seperti bau busuk bangkai dan juga mengundang lalat, jadi kesannya jorok sekali ya. Bikin jadi malas mengolah udang karena persoalan limbah kulitnya sangat menggangu sekali, sampai-sampai jadi bulan-bulanan orang rumah 😒😢. Nah sekarang Moms tidak perlu khawatir lagi, karena mensiasati limbah kulit udang agar tidak beraroma busuk itu ternyata sangat mudah, cukup rebus kulit udang sampai berwarna kemerahan, setelah itu kita saring dan buang airnya baru deh kita buang di tempat sampah, insyaAllah gak ada lagi aroma-aroma luar biasa menyengat itu 😁. Tapi ternyata bagi Moms penggiat zero waste, alih-alih membuang limbah kulit udang ini ke tempat sampah, ternyata limbah kulit udang yang tadi telah direbus bisa dilanjutkan perlakuannya hingga menjadi kaldu kulit udang loh Moms, caranya pun sederhana. 1. Cuci Limbah kulit udang dan rebus dengan air secukupnya sampai warna kulit u...

JURNAL REFLEKSI FASILITATOR MATRIKULASI BATCH 7 SESI 7

Rasanya seperti panen durian, minggu ini judulnya analisa ST30, baik yang punya matrikan, pun yang punya pengurus regional. Qodarullah, timingnya pas banget antara NHW #7 Matrikulasi ini, dengan NHW Training Manajer TnC. Rasanya kek, ah syudahlah. Alhamdulillah sama Allah dikasih banyak latihan buat baca hasil ST30, biar kemampuan analisis nya makin ciamik 😁, menikmati apapun kondisi yang diberikan oleh Allah, agar waras menjalankan peran. Bahagia? Belum pada level bahagia banget sih, tapi ndak yang bikin stress banget, hanya memang ketika ingin merambah profesional, tetiba sang anak meminta perhatian atas waktu mamaknya yang banyak berkurang untuknya saat ini. Mulai protes ketika mamak pegang HP, wah lagi-lagi disini ilmu matrikulasi diuji. Ketauan fasilnya belum pada tahap Be Do Have. Duh.